SEJARAH YASFI

Kata YASFI merupakan akronim dari Yayasan Sa’adatul Firdaus. Kata Saadatul Firdaus sendiri merupakan nama  kedua orangtua dari Pengasuh Pesantren Tahfidz Yasfi, KH. Muzakir, S.Ag., yaitu KH. Ahmad Firdaus Arbah (ayah) dan Usth. Hj.  Sa’adah (ibu). Tak lain hal tersebut dilakukan oleh KH. Muzakir sebagai wujud kecintaan dan bhakti sepanjang hayat anak terhadap orangtuanya.

KH. Ahmad Firdaus Arbah merupakan ulama Betawi asal Rorotan Cilincing, Jakarta Utara. Dalam perjalanan menimba ilmu KH. Ahmad Firdaus Arbah pernah berguru kepada sejumlah ulama besar Betawi sekitar tahun 1960-an. Diantaranya yaitu KH. Hasbiyallah Klender, KH. Asmat Cakung dan ulama-ulama Betawi lainnya. Tidak hanya itu istri dari KH. Ahmad Firdaus Arbah, yaitu Usth. Hj. Sa’adah juga pernah belajar langsung dengan KH. Noer Ali Bekasi.

Perjalanan menimba ilmu agama dan buah berkah dari ridho para ulama besar Betawi tersebut menggerakkan hati KH. Ahmad Firdaus Arbah untuk meneruskan kebermanfataan ilmu yang didapat. KH. Firdaus memulainya dengan melanjutkan perjuangan ayahnya Guru Arbah bin H. Misan melalui pengajian bagi anak anak, kaum bapak dan kaum ibu di mushola dekat rumahnya dan juga menginisiasi pembangunan Madrasah Diniyah secara klasikal. Berkat keluasan ilmu yang dimiliki serta kegigihan KH. Firdaus dalam berdakwah maka kepercayaan masyarakat pun bertambah, dengan dibantu istri beliau Ustzh Hj  Sa’adah yang berdakwah keliling dari satu tempat ke tempat lain.

Seiring berjalannya waktu KH. Firdaus pun mendirikan Yayasan Pendidikan Islam dengan nama Al-Wathoniyah 14. Lembaga Pendidikan formal pun dibangun mulai dari tingkat Roudhotul Athfal, Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah bahkan Madrasah Aliyah yang keempat jenjang Pendidikan tersebut dengan nama Al-Wathoniyah 14.

Nama Al-Wathoniyah berasal dari nama dari Lembaga Pendidikan Islam yang kali pertama dibangun oleh gurunya KH. Firdaus yaitu KH. Hasbiyallah asal Klender, Jakarta Timur. Atasnama kecintaan dan wujud menghargai jasa gurunya maka seperti murid-murid lainnya, KH. Firdaus pun menggunakan nama Al-Wathoniyah 14 pada Lembaga Pendidikan Islam yang dirintisnya.

Semangat menimba ilmu agama dan syiar Islam yang dimiliki KH. Ahmad Firdaus Arbah dan istri ternyata ditularkan kepada tujuh putra-putrinya. Semuanya berhasil mengenyam Pendidikan baik sekolah, pesantren bahkan perguruan tinggi. Tak mengherankan jika setelah masa Pendidikan putra-putrinya selesai maka mereka lanjut mengamalkan ilmu dengan mengurus Lembaga Pendidikan yang ada dibawah naungan Yayasan Al-Wathoniyah 14. KH. Muzakir, S.Ag. selaku anak ketiga dari tujuh bersaudara pun demikian. Ia pun turut terlibat dengan menjadi Kepala Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah Al-Wathoniyah 14 secara berjenjang selama kurang lebih 20 tahun.

Selama KH. Muzakir mengemban amanah di Al-Wathoniyah 14 banyak hal yang ia dapatkan dari semangat ayahanda KH. Firdaus dalam menjalani kehidupan dengan mengamalkan ilmu. KH. Muzakir pun akhirnya sekitar tahun 2010 meminta restu ayahanda untuk mengikuti jejaknya, mendirikan sekolah.

Hal tersebut kemudian KH. Muzakir utarakan kepada ayahanda KH. Firdaus. Ia juga mengutarakan permohonan maaf karena tidak turut lagi membersamai keluarga dalam mengurus Yayasan Al-Wathoniyah 14.

“Saya kan anak ketiga dari tujuh bersaudara beh, masih punya dua kakak dan tiga adik. Biar Yayasan Al-Wathoniyah 14 diurus sama mereka aja. Saya mohon ridho babeh untuk mendirikan madrasah di luar wilayah sini.” Ungkap KH. Muzakir kepada ayahandanya langsung.

Tak ada kesulitan melainkan dukungan penuh dari ayahanda, KH. Muzakir pun segera bergegas mencari tanah untuk dibeli dan dibangun sekolah secara bertahap. Tanah wilayah Jakarta sudah tidak memungkinkan untuk dibeli, karena selain harga tanah di Jakarta itu tinggi sudah banyak juga Sekolah Menengah Atas /sederajat berdiri. Maka opsinya tak lain daerah penyangga ibukota, Bekasi atau Karawang.

Dalam proses pencarian lahan KH. Muzakir memang niat awal ingin mendirikan Lembaga Pendidikan formal tingkat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Namun dalam perjalanannya KH. Muzakir banyak menerima masukan dari para guru juga kerabatnya sesama alumni pesantren baik dari Situbondo, Lirboyo maupun rekan sesama ustadz di Jakarta.

“Kenapa tidak buat pesantren saja? Sebagai alumni pesantren akan lebih sesuai jika bangun pesantren, bukan sekolah.” ungkap KH. Muzakir mengingat penuturan guru dan teman-temannya yang nyaris sama.

Tanpa terburu-buru KH. Muzakir pun melakukan istikharah kepada Allah Ta’ala dan Rasulullah SAW serta ikhtiar meminta masukan kepada orangtua: ayahanda dan ibu tercinta, para guru mulia juga kepada istri tercinta. Dengan izin Allah KH. Muzakir pun memantapkan hati untuk mendirikan pesantren.

Dalam proses pencarian lahan ternyata memang tidak sebentar. Sejumlah tempat di Karawang dan Bekasi memiliki kelebihan dan kekurangannya. Namun saat survei lokasi di daerah Tambelang, dekat Gabus Kabupaten Bekasi, sempat muncul kekhawatiran bahwa Lembaga Pendidikan yang nanti akan KH. Muzakir bangun akan sepi peminat. Sebagaimana penuturan banyak orang bahwa wilayah pertanian dengan luas sawah berhektar-hektar menjadikan masyarakatnya tidak begitu peduli dengan Pendidikan.

“Dulu juga babeh mendirikan Al-Wathoniyah 14 daerah Rorotan masih sepi orang, kagak kayak sekarang. Udah Bismillah, kita kesana kan punya maksud baik bukan mau berbuat jahat.” ungkap ayahanda KH. Muzakir saat ia ditengah kurang percayaan diri.

Penuturan sang ayahanda itu begitu menyentuh kalbu KH. Muzakir. Bukan sekedar kata-kata dukungan, kalimat itu seperti nasehat terbaik sepanjang hayat dari seorang ayah kepada anaknya dalam melanjutkan perjuangan dakwah Islam.

Maka dengan mengucap Basmalah tepatnya di jalan Kalen Kendal Rt.001/08 Desa Sukamaju Kec. Tambelang Kab. Bekasi – Jawa Barat pada tahun 2017 KH. Muzakir mendirikan Yayasan dengan nama Sa’adatul Firdaus yang kemudian disingkat menjadi YASFI.

Dalam tahap awal merintis tentu KH. Muzakir tidak sendiri. Ada sejumlah orang-orang hebat yang Allah gerakkan hatinya untuk mendampingi berjuang bersama mendirikan pesantren. Latarbelakang yang sama-sama alumni pesantren tahfidz Qur’an dan salafiyah membuat pesantren YASFI awal berdiri dengan model pesantren tahfidz. Yang menarik pendaftaran santri kali pertama dibuka bukan untuk lulusan SD/MI sederajat melainkan pesantren tahfidz al-Qur’an untuk usia TK/RA dan SD/MI.

Syukur alhamdulillah pesantren tahfidz YASFI untuk tingkat TK/RA dan SD/MI berjalan 8 tahun. Kepercayaan masyarakat pun terus meningkat hingga menyarankan untuk membuka pesantren tahfidz tingkat Tsanawiyah. Maka pada tahun 2018 pesantren tahfidz YASFI membuka tingkat Madrasah Tsanawiyah dan berlanjut membuka tingkat Madrasah Aliyah pada 10 Januari 2021 di Subang.

8 tahun berjalan Yayasan Sa’adatul Firdaus berdiri pesantren YASFI sudah memiliki cabang. Pesantren YASFI pusat (Pondok Pesantren Tahfidz YASFI Bekasi) berlokasi di awal mula berdiri yaitu jalan Kalen Kendal Rt.001/08 Desa Sukamaju Kec. Tambelang Kab. Bekasi – Jawa Barat sedangkan pesantren YASFI 2 (Pondok Pesantren Modern YASFI Subang) berlokasi di Kp. Sukatani RT 003 RW 002, Kel. Banggamulya Kec. Kalijati, Subang – Jawa Barat.

KH. Muzakir, S.Ag. selaku Pengasuh Pondok Pesantren YASFI terus melangkah ke depan. Kepercayaan dan dukungan masyarakat terhadap YASFI syukur Alhamdulillah terus meningkat, tak terkecuali masyarakat Kalen Kendal Sukamaju Kab. Bekasi. Hanya berjarak 150 meter dari YASFI Pusat KH. Muzakir membebaskan lahan area persawahan seluas 1,6 hektar. Saat ini lahan tersebut sedang mengalami proses pembangunan Pondok Pesantren YASFI 3.

Pencapaian Yayasan Sa’adatul Firdaus sampai hari ini tentu bukan karena semata kemampuan seorang diri KH. Muzakir, S.Ag. Ada berkah ridho dan doa orangtua, para guru, santri dan walisantri serta peran seluruh pengurus pesantren dengan segala jenis sumbangsihnya. Kiprah Pondok Pesantren YASFI dalam peranannya terhadap bangsa Indonesia dan umat Islam dunia belum seberapa memang namun demikian cita-cita besar dan daya juang tidak akan pernah padam.

Bekasi, 8 Februari 2023M / 17 Rajab 1444H

*artikel berikut terbit masih dalam tahap revisi